[A]. DEFINISI ISBAL
Isbal secara bahasa adalah masdar dari “asbala”, “yusbilu-isbaalan”, yang
bermakna “irkhaa-an”, yang artinya; menurunkan, melabuhkan atau memanjangkan.
Sedangkan menurut istilah, sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ibnul ‘Aroby rahimahullah dan selainnya adalah ;
memanjangkan, melabuhkan dan menjulurkan pakaian hingga menutupi mata kaki dan
menyentuh tanah, baik karena sombong ataupun tidak. [Lihat Lisanul ‘Arob, Ibnul
Munzhir 11/321, Nihayah Fi Gharibil Hadits, Ibnul Atsir 2/339]
[B]. BATAS PAKAIAN MUSLIM
Salah satu kewajiban seorang muslim adalah meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
segala perkara, termasuk dalam masalah pakaian. Rasulullah telah memberikan
batas-batas syar’I terhadap pakaian seorang muslim, perhatikan hadits-hadits
berikut:.
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Keadaan sarung seorang muslim hingga
setengah betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis
hingga di atas mata kaki. Dan apa yang turun dibawah mata kaki maka bagiannya
di neraka. Barangsiapa yang menarik pakaiannya karena sombong maka Alloh tidak
akan melihatnya” [Hadits Riwayat. Abu Dawud 4093, Ibnu Majah 3573, Ahmad 3/5,
Malik 12. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Misykah 4331]
Berkata Syaroful Haq Azhim Abadi rahimahullah : “Hadits ini menunjukkan
bahwa yang sunnah hendaklah sarung seorang muslim hingga setengah betis, dan
dibolehkan turun dari itu hingga di atas mata kaki. Apa saja yang dibawah mata
kaki maka hal itu terlarang dan haram.[ Aunul Ma’bud 11/103]
Dari Hudzaifah Radhiyallahu
‘anhu, beliau berkata.
“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang otot betisku lalu bersabda,
“Ini merupakan batas bawah kain sarung. Jika engkau enggan maka boleh lebih
bawah lagi. Jika engkau masih enggan juga, maka tidak ada hak
bagi sarung pada mata kaki” [Hadits Riwayat. Tirmidzi 1783, Ibnu Majah 3572,
Ahmad 5/382, Ibnu Hibban 1447. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah
1765]
Hadits-hadits di atas mengisyaratkan bahwa panjang
pakaian seorang muslim tidaklah melebihi kedua mata kaki dan yang paling utama
hingga setengah betis, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
haditsnya yang banyak
Dari Abi Juhaifah Radhiyallahu ‘anhu berkata.
Aku melihat Nabi keluar dengan memakai Hullah
Hamro’ seakan-akan
saya melihat kedua betisnya yang sangat putih” [Tirmidzi dalam Sunannya 197,
dalam Syama’il Muhammadiyyah 52, dan Ahmad 4/308]
‘Ubaid bin Khalid Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Tatkala aku sedang berjalan di kota Madinah, tiba-tiba
ada seorang di belakangku sambil berkata, “Tinggikan sarungmu! Sesungguhnya hal
itu lebih mendekatkan kepada ketakwaan.” Ternyata dia adalah Rasulullah. Aku
pun bertanya kepadanya, “Wahai Rasulullah, ini Burdah Malhaa (pakaian yang
mahal). Rasulullah menjawab, “Tidakkah pada diriku terdapat teladan?” Maka aku
melihat sarungnya hingga setengah betis”.[Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syama’il
97, Ahmad 5/364. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashor Syama’il Muhammadiyyah,
hal. 69]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
pernah ditanya tentang seseorang yang memanjangkan celananya hingga melebihi
mata kaki. Beliau menjawab :’ Panjangnya qomis, celana dan seluruh pakaian hendaklah
tidak melebihi kedua mata kaki, sebagaimana telah tetap dari hadits-hadits Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam”
[Majmu’ Fatawa 22/14]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata : “ Walhasil, ada dua keadaan bagi laki-laki;
dianjurkan yaitu menurunkan sarung hingga setengah betis, boleh yaitu hingga di
atas kedua mata kaki. Demikian pula bagi wanita ada dua keadaan; dianjurkan
yaitu menurunkan di bawah mata kaki hingga sejengkal, dan dibolehkan hingga
sehasta” [Fathul Bari 10/320]
Maka wajib bagi seorang muslim untuk menyerah dan
tunduk dan mendengar dan taat kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah sebelum kematian datang
menunjunginya, bila samapai demikian ia akan menemukan ancaman yang dulu telah
disampaikan kepadanya. Ketika itu dia menyesal dan tidak ada manfaat penyesalan
di waktu itu.
Wajib baginya untuk bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari maksiat isbal
(memanjangkan celana) dan maksiat lainnya. Hendaklah ia memendekkan pakaiannya
di atas kedua mata kaki dan menyesali apa yang telah dia lakukan selama
hidupnya.
Dan hendaklah ia bertekad dengan sungguh-sungguh
untuk tidak mengulangi maksiat-maksiat di sisa umurnya yang singkat ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menerima taubat
bagi orang yang mau bertaubat. Seorang yang bertaubat dari suatu dosa seperti
orang yang tidak memiliki dosa.
Orang yang membolehkan isbal melontarkan syubhat
yang cukup banyak, di antara dibolehkan.
Oleh karena itu penulis perlu menjawab dalil-dalil yang biasa mereka gunakan
untuk membolehkan isbal jika tidak bermaksud sombong.
Pertama : Hadits Ibnu Umar
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu,
bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena
sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat!” Abu Bakar
bertanya, “Ya Rasulullah, sarungku sering melorot kecuali bila aku menjaganya!”
Rasulullah menjawab, “Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena
sombong.”[Hadits Riwayat Bukhari 5784]
Mereka berdalil dengan sabda Rasulullah, “Engkau
bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong.”, bahwasanya isbal tidak
sombong dibolehkan?!
Jawaban :
Berkata Syaikh Al-Albani rahimahullah
: “Dan termasuk perkara yang aneh, ada sebagian orang yang mempunyai
pengetahuan tentang Islam, mereka berdalil bolehnya memanjangkan pakaian atas
dasar perkatan Abu Bakar ini. Maka aku katakan bahwa hadits di atas sangat
gamblang bahwa Abu Bakar sebelumnya tidak memanjangkan pakaiannya, sarungnya
selalu melorot tanpa kehendak dirinya dengan tetap berusaha untuk selalu
menjaganya. Maka apakah boleh berdalil dengan perkataan ini sementara
perbedaannya sangat jelas bagaikan matahari di siang bolong dengan apa yang
terjadi pada diri Abu Bakar dan orang yang selalu memanjangkan pakaiannya? Kita
memohon kepada Allah keselamatan dari hawa nafsu. (As-Shohihah 6/401). Kemudian
Syaikh berkata di tempat yang lain : “Dalam hadits riwayat Muslim, Ibnu Umar
pernah lewat di hadapan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sedangkan sarungnya melorot, Rasulullah menegur Ibnu Umar
dan berkata, “Wahai Abdulloh, naikkan sarungmu!”. Apabila Ibnu Umar saja yang
termasuk sahabat yang mulia dan utama, Nabi tidak tinggal diam terhadap
sarungnya yang melorot bahkan memerintahkannya untuk mengangkat sarung
tersebut, bukankah ini menunjukkan bahwa isbal itu tidak berkaitan dengan
sombong atau tidak sombong?! [Mukhtashar Syama’il Muhammadiyyah hal. 11]
Risalah ini diambil dari ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sabda Rasulullah
serta ucapan para peneliti dari kalangan Ulama. Saya mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar ia memberi
manfaat risalah ini kepada penulisnya, atau pencetaknya, atau pembacanya, atau
pendengarnya. Dan saya memohon kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala agar ia menjadikan amalan ini ikhlas untuk mengharap waahnya yang
mulia dan menjadi sebab untuk mencari kebahagian sorga yang nikmat.
Dan saya berharap agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi hidayah kepada Muslim yang masih
melakukan Isbal pada pakaian mereka unuk melaksanakan sunnah Nabi mereka,
Muhammad Ibn Abdullah, yaitu dengan memendekkannya. Memang ada sebagian orang
yang bila ditegur perbuatan Isbal yang dilakukannya, dia berkata: Saya tidak
melakuakan hal ini karena sombong.
Maka kita katakan kepada orang ini : Isbal ada dua
jenis, yaitu jenis hukumnnya ; adalah bila seseorang melakukannya karena
sombong maka dia tidak akan diajak bicara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mendapatkan siksa yang sangat pedih.
berbeda dengan orang yang melakukan Isbal tidak karena sombong. orang ini akan
mendapatkan adzab, tetapi ia masih di ajak bicara, dilihat dan dibersihkan
dosanya. Demikian kita katakan kepadanya. (diambil dari As’ilah Muhimmah Syaikh
Muhammad Ibn Soleh Utsaimin)
Dan saya berharap agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan mereka sebagai orang orang yang
membimbing lagi mendapatkan hidayah. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan manfaat kepadaku dan anda sekalian
melalui hidayah kitab-Nya. Dan semoga Allah Subhanahu
wa Ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang yang mendengarkan ucapan
yang benar kejadian mengikutinya. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman :
“Apa yang diberikan Rasul kepada kalian, maka
terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah; dan
bertaqwalah kalian kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Sesungguhnya Allah Subhanahu
wa Ta’ala sangat keras hukuman-Nya (Al Hasyr : 7)
Semoga salawat dan salam tercurah pada Nabi kita,
Muhammad, keluarganya, dan sahabatnya dan segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala Rabb Semesta alam.
Oleh Akhuna : Abu Annisa'
Syukran ilmunya
BalasHapus